Detikmaya- Dengan
pekerjaan sebagai teknisi komputer, sudah sewajarnya Phil Inkley lekat
dengan benda-benda berbau teknologi. Namun delapan tahun lalu semua
berubah, ia tak bisa lagi berdekatan dengan produk semacam ini. Ia
mengaku terkena 'alergi teknologi'.
Dikutip dari Daily Mail, Rabu, 25 Juli 2012, lelaki berusia 36 tahun ini selalu merasa nyeri yang menusuk di kepalanya setiap berdekatan dengan Wi Fi, ponsel, microwave, komputer, televisi, bahkan baterai. Tidak hanya itu, ia juga mengalami mimisan, pingsan, hingga gangguan tidur.
Awalnya ia mengatakan masih bisa menahan rasa sakit yang dideritanya. Namun lama-kelamaan Inkley sampai pada titik di mana ia tidak bisa lagi hidup di tengah kota. Ia pun memilih tinggal di sebuah karavan di dekat wilayah hutan hingga musim dingin menjelang.
"Tapi bukan hanya rasa sakit yang kuderita. Bagian terburuknya adalah aku kehilangan temanku, kehidupan sosialku, dan pekerjaanku," ujarnya. Apalagi, ia mengaku selama ini sangat akrab dengan teknologi. Dan alergi dengan teknologi komunikasi, membuatnya merasa sangat kesepian.
Inkley memperkirakan ia mengalami kondisi yang dinamakan Electromagnetic Hypersensitivity (EHS), yang sampai saat ini belum diakui sebagai kondisi medis karena sebagian pakar masih meragukan keabsahannya.
Ia mengatakan sering mendatangi dokter dan ahli syaraf untuk memeriksa kesehatannya. Ada kekhawatiran bahwa Inkley menderita tumor atau pendarahan di otaknya.
"Dokter yang kukunjungi sangat menyarankan agar aku melakukan pemindaian otak, tapi aku yakin akan merasa sangat kesakitan bila hal itu kujalankan," katanya.
Selain Inkley, sudah ada beberapa orang yang mengaku menderita EHS, salah satunya adalah mantan perdana menteri Norwegia, Dr. Gro Harlem Bruntland. Sementara itu dua wanita Perancis Anne Cautain dan Bernadette Touloumond memilih jalan keluar yang lebih ekstrim atas kondisinya, yaitu tinggal di dalam gua. (sumber)
Dikutip dari Daily Mail, Rabu, 25 Juli 2012, lelaki berusia 36 tahun ini selalu merasa nyeri yang menusuk di kepalanya setiap berdekatan dengan Wi Fi, ponsel, microwave, komputer, televisi, bahkan baterai. Tidak hanya itu, ia juga mengalami mimisan, pingsan, hingga gangguan tidur.
Awalnya ia mengatakan masih bisa menahan rasa sakit yang dideritanya. Namun lama-kelamaan Inkley sampai pada titik di mana ia tidak bisa lagi hidup di tengah kota. Ia pun memilih tinggal di sebuah karavan di dekat wilayah hutan hingga musim dingin menjelang.
"Tapi bukan hanya rasa sakit yang kuderita. Bagian terburuknya adalah aku kehilangan temanku, kehidupan sosialku, dan pekerjaanku," ujarnya. Apalagi, ia mengaku selama ini sangat akrab dengan teknologi. Dan alergi dengan teknologi komunikasi, membuatnya merasa sangat kesepian.
Inkley memperkirakan ia mengalami kondisi yang dinamakan Electromagnetic Hypersensitivity (EHS), yang sampai saat ini belum diakui sebagai kondisi medis karena sebagian pakar masih meragukan keabsahannya.
Ia mengatakan sering mendatangi dokter dan ahli syaraf untuk memeriksa kesehatannya. Ada kekhawatiran bahwa Inkley menderita tumor atau pendarahan di otaknya.
"Dokter yang kukunjungi sangat menyarankan agar aku melakukan pemindaian otak, tapi aku yakin akan merasa sangat kesakitan bila hal itu kujalankan," katanya.
Selain Inkley, sudah ada beberapa orang yang mengaku menderita EHS, salah satunya adalah mantan perdana menteri Norwegia, Dr. Gro Harlem Bruntland. Sementara itu dua wanita Perancis Anne Cautain dan Bernadette Touloumond memilih jalan keluar yang lebih ekstrim atas kondisinya, yaitu tinggal di dalam gua. (sumber)