Awal bulan Januari tahun ini, seperti dilaporkan dalam surat kabar: lelaki bernama Alex Aan ditahan polisi karena tulisannya di Facebook “Tuhan tidak ada”. Alex juga sempat mengumumkan bahwa ia tidak percaya malaikat, setan, surga atau neraka. Dan karena itu, ia dikenal sebagai seorang ateis.
Saya tidak tahu apakah Alex telah berbuat hal lain, selain yang sudah disebut oleh koran, sehingga ia menghadapi ancaman 5 tahun penjara. Tapi kasus ini membuat saya bertanya “kenapa ateisme begitu disikapi dengan kecurigaan di Indonesia? Apakah seseorang yang menyatakan bahwa ia tidak percaya pada Tuhan benar-benar menyinggung agama? Apakah hanya ateis yang tidak percaya pada Tuhan? Dan Tuhan yang mana?
Sebagai contoh, umat Islam memiliki buku suci mereka sendiri dan Allah sendiri, masing-masing terpisah dari orang-orang Kristen. Banyak Muslim dan Kristen akan mempertimbangkan dewa dalam bentuk seekor gajah atau monyet (dewa Hindu Ganesha dan Hanuman) hanyalah mitos. Saya kira, pemeluk agama Hindu tidak akan senang jika mereka harus menyembah Allah atau Yesus Kristus. Ini berarti bahwa jika Anda meyakini atau memeluk agama tertentu, Anda biasanya akan tidak percaya pada dewa-dewa atau Tuhan lain selain Tuhan agama Anda sendiri. Artinya, orang beragama bisa dianggap ateis (tidak mempercayai) tuhan dan dewa-dewa agama-agama lain.
Bahkan aliran yang berbeda dari agama yang sama dapat memiliki keyakinan yang berbeda. Pertimbangkan dua komunitas utama Islam di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. NU percaya bahwa tahlil (mengucapkan doa untuk orang mati) adalah suatu yang Islami, karena ritual tahlil adalah dzikir (mengingat dan menghormati Allah). Namun, praktik ini dianggap sesat oleh Muhammadiyah. Jadi, pujian untuk Allah bagi suatu aliran bisa dianggap sebaliknya oleh aliran lain.
Berbagai denominasi Kristen juga memiliki perbedaan mereka; Protestan dan Katolik, misalnya. Protestan tidak berdoa kepada Santa Perawan Maria. Alasannya? Mereka percaya bahwa Alkitab menyatakan bahwa Yesus adalah satu-satunya pengantara antara manusia dan Tuhan. Berikut adalah petikan yang sering dikutip mereka: “Karena ada satu Allah, dan satu pengantara antara Allah dan manusia, yaitu Yesus Kristus ” (1 Timotius 2:5). Protestan biasanya menganggap doa orang-orang Katolik terhadap Bunda Maria sebagai penyembahan berhala.
Di sisi lain, Katolik percaya bahwa karena Tuhan memilih perempuan ini untuk menjadi ibu dari Yesus, ada tempat khusus bagi sang Bunda dalam agama mereka. Karena itu, penghormatan terhadap sang perempuan adalah rasa hormat kepada Allah dan mereka mempunyai berbagai pujian terhadap Maria. Bahkan, dalam doa Rosario, mereka harus mengucapkan berpuluh kali doa ”Salam Maria“.
Ada lebih banyak lagi perbedaan antara Protestan dan Katolik, salah satu yang penting adalah kepercayaan antara surga dan neraka. Katolik percaya bahwa kebanyakan orang pada akhirnya akan pergi ke surga setelah mati (bahkan beberapa ajaran menyebutkan semua manusia akhirnya akan masuk surga). Namun, mereka yang dianggap belum “layak” untuk langsung menuju ke tempat indah ini karena dosa-dosa mereka, akan dikirim terlebih dahulu ke dalam api penyucian – yaitu, tempat untuk penyiksaan sampai mereka bersih dari kesalahan mereka.
Tetapi, tidak ada api penyucian dalam Protestan. Mereka biasanya percaya bahwa orang akan pergi ke surga atau neraka, tidak ada di antara keduanya. Jadi, dalam agama yang sama pun, Tuhan tampaknya memiliki aturan yang berbeda. Memang, kebiasaan suatu agama atau bahkan aliran dapat dianggap di mata orang lain. Jika kita berbicara tentang agama-agama di dunia, bisa Anda bayangkan perbedaan mereka? Berapa macam surga, neraka dan dewa-dewa yang ada?
Ketika Agama Dianggap Ateis
Beberapa abad yang lalu, Roma menganut paham politeisme (percaya terhadap banyak tuhan), dan pada umumnya cukup toleran terhadap agama-agama lain. Mereka bahkan sering mengadopsi dewa-dewa orang lain. Namun, kepercayaan pada satu Tuhan dianggap aneh bagi penduduk Mediterania kuno. Akibatnya, banyak orang Yunani, Romawi dan Mesir memandang dengan kecurigaan agama baru saat itu, Kristen. Bahkan, tersebar isu bahkan orang-orang Kristen itu kanibal, karena mereka memakan tubuh Kristus. Dan mereka dianggap “ateis”.
Pada 64 M, selama pemerintahan Kaisar Nero (37-68), api mengoyak Roma selama enam hari. Kota Roma hampir hancur. Dalam kemarahan, rakyat menyalahkan Kaisar yang tidak bisa menangani tragedi ini. Nero segera menuding jarinya kepada orang-orang Kristen, untuk mengalihkan kemarahan rakyatnya. Nero memerintahkan beberapa pentolan kelompok “ateis” ini ditangkap.
Orang-orang Kristen yang ditangkap ini, kemudian disiksa untuk menyerahkan nama orang-orang Kristen lainnya. Dan mereka-mereka ini dihukum, antara lain, dengan dijadikan santapan singa, dengan ditonton oleh publik Roma.
Ateis – Berbeda pada Waktu dan Tempat yang Berbeda
Kristen adalah korban dalam cerita itu, tapi mereka kemudian menjadi para penganiaya di lain waktu. Selama Perang Salib, orang-orang Kristen menyatakan perang terhadap kaum politeis dan Muslim. Intinya adalah, dalam era yang berbeda dan di tempat yang berbeda, berbagai dewa atau tuhan dapat dianggap lebih benar dan asli daripada yang lain.
Yang dianggap sebagai ateis juga dapat bervariasi. Bila dulu, Kristen dianggap ateis oleh para politeis Roma, pada jaman lainnya orang Kristenlah yang menuduh politeis sebagai ateis. Seringkali, kita dapat dianggap ateis oleh orang-orang dengan sistem kepercayaan yang berbeda.
Karena itulah, Stephen Roberts yang mendeklarasikan dirinya sebagai ateis, pernah berkata: “Sebenarnya kita berdua adalah ateis. Aku hanya percaya pada satu tuhan lebih sedikit daripada Anda. ”