Kamis, 07 Maret 2013 20:01 wib
MALAM semakin larut, dinginnya
angin seakan menusuk rongga dada. Sesosok perempuan di atas kursi roda
masih terpaku melihat bintang-bintang dan enggan meninggalkannya. Namaku
Cinta, dan aku memang ingin sekali berdiri dan berlari di bawah taburan
bintang. Tapi, kursi roda ini masih menahanku agar tidak melakukan itu
Sudah setahun lebih aku seperti ini. Duniaku berubah. Ini semua terjadi karena sahabatku, Dara. Mungkin sekarang ia tak pantas lagi disebut sahabat. Dia menghancurkan masa depanku. Aku tak mengerti apa yang ada dalam pikiran Dara saat itu, dia sengaja menabrakku dengan mobilnya, hingga aku lumpuh.
Sampai detik ini, aku masih ingat kejadian nahas itu. Hari itu, aku dan tunanganku, Donny berencana liburan ke Lombok. Sehari sebelum pergi, aku mengajak serta Dara untuk ikut bersama kami. Tapi entah mengapa sahabatku sejak bangku SMA itu menolak. Padahal biasanya setiap kali aku pergi dia selalu ikut. Sepanjang hari itu aku tidak melihat Dara. Kucoba menghubungi nomor teleponnya.
“Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif.” Operator yang menjawab. Hingga detik itu, aku tidak mempunyai pikiran negatif sedikitpun tentang dia.
Saat aku sedang berada di depan gerbang rumah untuk menunggu Donny mengeluarkan mobil, melintaslah mobil Dara dari arah berlawanan dengan kecepatan tinggi. “Brakkkkk…” Suara ban mobil mendecit keras bersamaan dengan tubuhku yang limbung.
Aku tidak ingat lagi apa yang terjadi selanjutnya. Saatku membuka mata, aku sudah terbaring di ruang ICU. Donny dan kedua orangtuaku berada di sisiku. Dengan terbata-bata aku menanyakan apa yang telah terjadi. Aku syok saat aku tidak bisa menggerakkan kedua kakiku. Aku lumpuh.
Aku tidak bisa menerima kenyataan pahit kalau Dara telah merenggut kebahagiaanku. Sudah lelah aku menangisi nasibku. Setidaknya dendamku sedikit terlampiaskan karena ia sudah mendapat ganjaran yang setimpal. Ya, ruang dingin penjara akan menjadi sarangnya selama dua tahun ini.
Memori kebersamaan kami seakan sirna. Sampai saat ini, aku tidak pernah membesuknya. Padahal dulu ia adalah sahabat terbaikku. Dia care dan dia selalu ada buat aku. Dia selalu bisa menutupi dan melengkapi kekuranganku. Bahkan 90 persen waktuku habis bersama dia.
Dara selalu jadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun di setiap hari ulang tahunku. Dia juga selalu jadi orang pertama yang tahu masalahku. “Mengapa dia tega membuatku seperti ini. Sahabat macam apa itu ?” teriakku dalam hati.
Kini keadaanku sudah jauh lebih baik, karena tiga kali dalam seminggu aku menjalani terapi. Selama lima bulan penuh aku tak pernah absen untuk terapi. Aku juga bersyukur karena Donny tidak meninggalkanku. Dia masih setia dengan keadaanku yang seperti ini.
Aku mendengar masa hukuman Dara akan segera berakhir. Tapi aku tak peduli. Aku tak akan sudi menemuinya apabila dia keluar nanti. Mungkin karena keinginanku untuk sembuh terlalu besar hingga akhirnya aku bisa berjalan kembali, meski tak seperti dulu.
Acara pertunangan yang sempat tertunda, akhirnya terlaksana. Tanpa Dara, aku merasa jauh lebih bahagia. Meski serasa ada sesuatu yang hilang dari hidupku. Esoknya, aku mendapat kabar dari orangtua Dara. Ia mengalami koma usai berusaha bunuh diri dengan menusukkan benda tajam ke perutnya. Beruntung, sipir segera menolongnya karena mendengar jeritan yang berasal dari kamar mandi.
Tadinya aku tidak peduli dengan keadaan Dara. Tapi karena alasan kemanusiaan, aku dan Donny menjenguknya. Wajah Dara terlihat pucat dan tubuhnya terlihat sangat kurus. Aku memang belum bisa memaafkannya, tapi aku benar-benar tidak tega melihat Dara terbaring lemah.
Tiba-tiba ada satu hal yang kuingat tentang Dara. Meski tinggal di rumahku sejak beberapa tahun lalu, aku tidak pernah masuk ke kamar Dara. Dia tak pernah mengizinkan siapapun memasuki kamarnya, bahkan aku sekalipun.
Sepulang dari rumah sakit, aku langsung mengambil duplikat kunci kamar Dara. Betapa kagetnya aku saat membuka pintu kamar itu. Ada banyak sekali fotoku yang terpajang. Di antara dinding, lemari, bahkan langit-langit kamarnya pun terdapat fotoku.
Ada apa dengan Dara? Apa maksud ini semua ? Sebegitu berhargakah aku di matanya? Ada sejuta pertanyaan di benakku. Tanganku meraih laptop milik Dara. Sebuah petunjuk lain terkuak di sana.
Firasatku benar. Dara menuliskan semua ceritanya di sebuah file berbentuk diary. Aku tercengang saat melihat salah satu tulisan Dara.
25 Desember,
Ini memang aneh dan tak wajar, tapi ini adalah pengakuanku yang sejujur-jujurnya. Aku mencintai Cinta, sahabatku. Perasaan ini, yang membuatku selalu ingin di dekatnya. Dia adalah hal terindah dalam hidupku, senyum dan tawanya selalu membuatku bahagia. Ini nyata, bukan rekayasa. Aku benar-benar mencintai Cinta, sejak aku mengenal hatinya. Aku tidak tahu mengapa aku begini, aku pun tak ingin Cinta tahu tentang ini. Aku begitu takut kehilangan dia, dan aku tak ingin jauh darinya. Tapi kini ada Donny di sampingnya, dan aku sangat membenci itu. Karena Donny, Cinta jadi mengurangi perhatiannya padaku. Aku bersumpah, akan menyingkirkan Donny dari Cinta bagaimanapun caranya...
Ini benar-benar mengejutkan, Dara sahabatku, pribadi yang cantik dan bersahaja, dia menyimpan rasa yang seharusnya tak boleh ada. Kini aku tahu, sebenarnya yang ingin ditabrak Dara adalah Donny, bukan aku. Tapi takdir berkata lain.
Air mata mulai membasahi pipiku. “Bagaimana mungkin dia bisa mencintaiku?”desisku.
Tanpa pikir panjang, aku kembali lagi ke ruang ICU, tempat Dara dirawat. Sampai di sana aku tidak menemukan tubuhnya. Aku panik bukan main. Hingga akhirnya aku bertemu dengan orangtuanya. Mereka tampak sedih, bahkan mama Dara menangis tersedu-sedu. Ternyata Dara sahabatku, yang juga pernah menjadi orang yang paling aku benci, telah meninggalkanku untuk selamanya.
Tangisku kembali memecah suasana hening, ada rasa penyesalan karena selama ini aku tidak bisa mengerti Dara. Aku ingin Dara pergi dengan tenang. Doa-doa ku akan selalu mengiringi langkahnya di alam sana. Dia akan tetap menjadi Dara yang terhebat. Cintanya akan selalu tumbuh dihatiku. Karena Dara adalah sahabat dan cintaku, dan aku berharap Dara selalu bahagia berada di sisi-Nya.
Oleh : Nasha Amina
Penulis merupakan pecinta sastra dan seni
Email: quinasha@gmail.com
(Bagi Anda yang memiliki cerita pendek dan bersedia dipublikasikan, silakan kirim ke alamat email: lioe.calvin@gmail.com)
sumber