Sunday, January 6, 2013
MAU NIKAHI PERAWAN? DATANG KE PUNCAK, BAWA RP 50 JUTA
Kawasan Puncak, Jawa Barat, dikenal sebagai salah satu tempat melakukan kawin kontrak. Di tempat ini, pria boleh menikahi seorang wanita dengan waktu yang ditentukan. Mau seminggu, sebulan, tiga bulan? Semua tergantung isi dompet.
Seperti nikah umumnya, ada juga penghulu dan ijab kabul serta mahar. Mahar itu sejumlah uang yang diserahkan untuk biaya kawin kontrak. Per hari bisa Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta. Tinggal dikalikan jika ingin menikah 7 hari, maka sediakan uang Rp 3,5-7 juta.
Tapi itu untuk gadis yang sudah tidak perawan. Untuk yang perawan, harganya puluhan kali lipat.
"Pernikahan pertama kalau masih perawan harganya beda. Kalau masih perawan kita dijatah mahar besar. Misalnya Rp 80 juta ya berarti di ijabnya ada mahar Rp 80 juta," aku Sarah, seorang pelaku kawin kontrak, kepada merdeka.com pekan lalu di Puncak.
Sarah pun mengaku masih perawan saat pertama kali terjun ke bisnis ini. Dia menjual mahkotanya Rp 50 juta pada 'suami' pertamanya.
"Aku waktu itu 20 tahun. Kawin kontrak pertama aku pas masih perawan, aku dapat Rp 50 juta. Tapi bukan untuk aku sendiri. Untuk aku bagi juga dengan makelarnya. Aku dapat 50 persen," kata Sarah.
Sosiolog Universitas Islam Nasional (UIN) Musni Umar mengatakan, praktik kawin kontrak tersebut sama saja dengan praktik prostitusi.
"Sama saja cuma bedanya kalau prostitusi langsung antar dua orang tapi kalau kawin kontrak ada akadnya," kata Musni kepada merdeka.com, Jumat (7/12).
Musni menjelaskan, kebanyakan wanita yang ikut dalam bisnis kawin kontrak ini kemungkinan besar mengharapkan uang. Hal itu jelas tidak ada bedanya dengan praktik prostitusi, wanita yang meneken kontrak akan mendapat sejumlah uang dari makelarnya.
Namun walau tak berbeda jauh dengan prostitusi, polisi mengaku tidak bisa menindak para pelaku kawin kontra. Polisi beralasan pernikahan adalah urusan perdata bukan pidana.
Permasalahannya mereka itu (pelaku kawin kontrak) melakukannya secara sadar. Jadi yang buat kontraknya mereka sendiri, nikah beneran, ada saksi ada penghulu," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto.
Biasanya, yang dilaporkan ke kepolisian itu jika dalam perjalanannya terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). "Yang dilaporkan biasanya KDRT nya, bukan permasalahan kontrak. Contohnya pas kontraknya habis kemudian ada beberapa perjanjian yang tidak dipenuhi, lalu sang istri menuntut tetapi malah dipukuli sama suaminya," ujar Rikwanto.
"Jarang ada pelaporan kontrak terkait harta gono gini," tambahnya.
sumber
Labels:
fun
0 Comments
Facebook Comments by
Media Blogger
Subscribe to:
Post Comments (Atom)