Friday, January 11, 2013

Perempuan, Peraturan dan Fitnah


Sekumpulan ulama di negeri padang pasir, ketika dimintai fatwa soal perempuan yang menyetir mobil, bilang : haram. Alasannya, si perempuan akan pergi ke tempat yang dia suka, dan akan berbaur dengan kaum lelaki. Ketika bercampur dengan kaum laki-laki, apa yang akan terjadi? Fitnah.

Demikian juga ketika membahas perempuan yang bekerja di luar rumah, ulama di negeri kaya minyak itu mengeluarkan putusan haram. Argumennya sama, bertatap muka dengan kaum berjakun, itu adalah “fitnah”. Kenapa perempuan harus membungkus seluruh tubuhnya, hingga hanya kelihatan secelah sempit untuk mata? Fitnah, agar tidak menimbulkan fitnah bagi kaum lelaki yang bukan suami, bukan ayah, bukan saudara kandung, bukan mahram.
Tapi fitnah tidak sekadar kekacauan. Di mata ulama padang pasir, fitnah sangat identik dengan perempuan, fitnah itu godaan seksual, fitnah itu hal yang membuat kaum laki2 terangsang, atau kalau pakai bahasa anak sekarang, yang bikin horny.

Dan di negeri zamrud khatulistiwa ini, kelupaan ulama padang pasir itu menular. Banyak orang mulai berteriak betapa perempuan berbahaya, betapa perempuan sumber fitnah, dan agar fitnahnya tidak semakin menyebar, beberapa hal harus diatur, misalnya, perda yang baru saja diedarkan oleh pemerintah daerah Lhokseumawe tentang larangan “mengangkang” bagi perempuan saat dibonceng sepeda motor. Alasannya, untuk mencegah maksiat secara terbuka.

Kitab Suci Al-Qur’an memang ada membicarakan soal fitnah, tapi tidak murahan. Dari 34 kata fitnah dalam al_Qur’an, tidak satu pun membicarakan soal bahaya godaan seks perempuan. Sejumlah ayat malah menyebut fitnah dalam kerangka kerusakan akibat kekacauan tatanan masyarakat. Fitnah berkaitan dengan kehancuran sosial. Ayat 73 dari Surat Al-Anfal, misalnya, menyebut kata “fitnah” bersama-sama dengan kata “fasadun kabir”, kerusakan besar. Bisa dipahami kemudian, mengapa pertikaian besar antara para Sahabat utama, dalam sejarah Islam, dikenal dengan sebutan “al-fitnah al-qubra”, kekacauan besar.

Tapi…ah, sudahlah…ulama-ulama itu barangkali tak perlu ingat semua. Urusan fitnah buat mereka, ya, urusan godaan seks perempuan. Mereka lebih suka mengingat hadits tentang perempuan yang berbahaya. “perempuan adalah perangkap setan.” Atau, “Aku tidak meninggalkan umatku fitnah yang lebih berbahaya buat laki-laki dari fitnah yang dibawa kaum perempuan.” Riwayat macam ini lebih betah di ingatan.

Fitnah dan perempuan seolah mendarah-daging, dan inilah yang terus-menerus diawetkan para ulama negeri padang pasir dan [sebagian] ulama di negeri ini, entah dengan niat apa. Merekapun tak perlu menyebut-nyebut lagi berbagai riwayat soal perempuan yang ceria, yang berkontak dengan kaum laki-laki, tanpa kecurigaan ihwal berahi. Abu Bakar ash-Shiddiq menuturkan, dan dicatat dalam Shahih Muslim, saat bersama Rasulullah berhijrah dan tiba di Madinah malam hari, mereka disambut kaum Muslim yang sudah lebih dulu, di antaranya bani Najjar, keluarga Bani Muthalib. Semua lelaki, perempuan, anak-anak, turun ke jalan dan menyambut Rasul. Begitu menyaksikan kaum perempuan keluar rumah dan berteriak gembira, malam hari pula, Rasul pun tidak mengatakan, perempuan itu fitnah berbahaya.

Juga riwayat lain, kaum perempuan yang mencegat Nabi Muhammad di jalan untuk menanyakan beberapa masalah, maupun tentang kaum laki-laki dan perempuan yang saling bertukar salam dan hadiah. Semua itu sudah tidak perlu lagi diingat, atau sekadar disinggung oleh tokoh agama.
Bahkan, kalaupun “fitnah” adalah godaan seksual, kisah Yusuf dan Zulaikha pun terasa tidak penting dituturkan, hanya lantaran kisah ini menceritakan bukan perempuan yang membuat laki-laki tergoda, melainkan lelakilah yang memancing hasrat seks perempuan. Lelakilah sumber “fitnah”. Saat itu, dalam kisah yang diabadikan dalam Al-Qur’an ini, Zulaikha dibuat Yusuf tergila-gila, dan mengejarnya untuk bisa memadu kasih, hingga baju Yusuf robek. Sejumlah perempuan yang diundang perjamuan makan oleh Zulaikha pun terlena, hingga tidak sengaja mencederai jemarinya saat mengupas buah, lantaran Yusuf berlalu di antara mereka, sekelebat saja.-------------------------------

Rina, bukan nama sebenarnya, laskarwati setia ana yang sangat frihatin terhadaf fosisi feremfuan dalam fandangan fatwa - fatwa 'fenting' sefutar mereka C;)>

Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger

0 comments:

Post a Comment

Total Pageviews

Brother baner

SEPUTAR BLOG,INTERNET,KOMPUTER.

WAHYOKU BLOG

Banner tatelu


 BELAJAR BARENG