Selasa, 11 Desember 2012 12:39 wib
Kantor PSSI di era rezim Nurdin Halid saat diduduki massa.
PALANGKARAYA - Ketua Umum PSSI Djohar Arifin mengutuk
rencana KPSI yang hendak mengambil alih kantor induk organisasi
sepakbola Indonesia tersebut. Rencana itu disebutnya menjijikan.
"Ya, itulah yang membuat mereka terkenal. Sikap tak kenal lelah untuk terus mengganggu kami di PSSI," kata Djohar kepada Okezone, Selasa (11/12).
Djohar mengaku sudah lelah melayani akal-akalan KPSI. Energi seakan terbuang sia-sia hanya untuk meladeni mereka."Kami hendak menyelamatkan sepakbola Indonesia tapi mereka terus merongrong. Sebab, sanksi FIFA itulah yang jadi target mereka. Sungguh menjijikan," ujar Djohar.
Kisruh sepakbola indonesia bermula dari penggulingan rezim Nurdin Halid. Saat itu berbagai elemen suporter turun ke jalan mendorong revolusi di tubuh PSSI. Sebab, PSSI di bawah kepemimpinan Nurdin Halid dianggap kotor dengan maraknya praktek suap,pengaturan pertandingan, dan korupsi APBD.Pengusaha nasional Arifin Panigoro pun berada di balik aksi penggulingan tersebut.
Setelah Djohar Arifin terpilih melalui Kongres Luar Biasa di Solo, kekuatan lama di PSSI yang dipimpin La Nyalla Mattalitti kemudian melakukan manuver dengan mempermasalahkan penambahan jumlah peserta liga, dan kembalinya klub-klub yang dihukum rezim Nurdin Halid karena pindah kompetisi dari ISL ke LPI.
Sementara itu, PSSI bersikap keras dengan membuang PT Liga Indonesia, operator liga dan menggantinya dengan operator baru, PT LPIS. Alasannya, PT Liga Indonesia, yang menggulirkan ISL, menolak audit keuangan oleh auditor eksternal. PSSI juga memecat empat anggota komite eksekutif , La Nyalla Mattalitti, Erwin Budiman, Tony Apriliani, dan Roberto Rouw.
Mereka dianggap melakukan tindakan yang melanggar etika, dan pasal 42 Statuta PSSI. Empat orang tersebut juga dituduh melakukan kebohongan publik lantaran mengirimkan surat ke AFC dan FIFA soal pembagian saham PT Liga Indonesia.
Konflik kedua kubu semakin terasa merusak sepakbola Indonesia karena juga merembet ke timnas.PSSI membuang para pemain ISL dari timnas karena beranggapan ISL adalah liga ilegal yang tidak dikenal FIFA. Jika menggunakan pemain ISL, PSSI bisa terkena sanksi. Akibatnya Indonesia melakoni laga sisa kualifikasi Piala Dunia dengan catatan memalukan. Kalah 10-0 dari Bahrain.
Di kesempatan lain menjelang Piala AFF 2012, babak perseteruan masuk ke ladang baru. Yaitu MoU antara kedua pihak yang difasilitasi AFC, di Kuala Lumpur Malaysia.
Dalam forum ini, ISL statusnya dilegalkan, sehingga pemain yang berkompetisi di liga tersebut bisa memperkuat timnas, tapi yang menjadi pokok persoalan ialah mengenai siapa yang berhak mengelola tim nasional.
Kubu KPSI, yang dimotori pengurus PSSI era Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie, merasa timnas seharusnya berada di bawah Joint Committee, badan yang dibentuk sebagai forum rekonsiliasi di tubuh PSSI yang terdiri dari delapan anggota. Masing-masing empat dari PSSI dan empat dari KPSI.
Isi MoU yang menegaskan timnas berada di bawah juridiksi PSSI dan JC bisa melakukan harmonisasi terhadap timnas bila ada permasalahan dengan klub terkait pemanggilan pemain, diartikan KPSI bahwa PSSI hanya mengurus administrasi, surat menyurat untuk kebutuhan Timnas, sementara timnas dibentuk melalui JC.
PSSI sendiri berpendapat, dengan ada kata "juridiksi" maka timnas tetap di bawah kendali PSSI, dan JC bisa turun tangan untuk menjembatani PSSI dan klub bila terjadi persoalan dalam pemanggilan pemain timnas. PSSI juga menolak tuntutan KPSI untuk memasukan Alfred Riedl sebagai pelatih, menggantikan Nilmaizar.
Sebagai jalan tengah PSSI bersedia mengakomodir Riedl namun bukan sebagai pelatih kepala, melainkan direktur teknik. Usulan itu juga ditolak mentah-mentah KPSI, sebab La Nyalla Cs menganggap Alfred Riedl adalah harga mati. Bila Riedl tidak diberikan tempat sebagai pelatih, maka KPSI tetap melarang para pemain di ISL membela timnas.
Keduanya, akhirnya tidak mencapai kata sepakat dan berjalan sendiri-sendiri. Buntutnya, Indonesia berangkat ke Malaysia untuk mengikuti Piala AFF 2012 dengan skuad seadanya, karena KPSI tetap melarang pemain yang berkompetisi di ISL, kompetisi yang mereka naungi, untuk memperkuat timnas.
Kisruh ini seolah mencapai puncaknya, saat FIFA kembali menggaungkan ancaman akan memberi sanksi kepada PSSI bila persoalan dualisme kepengurusan ini tidak juga selesai. Kemenpora Andi Mallarangeng sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus korupsi, sempat mengklaim kedua pihak sepakat untuk menggelar kongres bersama. Namun tetap saja ada persoalan yang membuat proses perdamaian kembali mentah.
PSSI enggan memakai voters Solo sebagai peserta Kongres Luar Biasa, yang membahas revisi statuta, penyatuan liga dan pengembalian empat exco yang kini berada di kubu KPSI.
PSSI akhirnya menggelar kongres sendiri tanpa kubu KPSI, di Palangkaraya kemarin, begitu pun kubu KPSI menggelar kongres sendiri di Hotel Sultan Jakarta. Dari dua kongres berbeda ini lahirlah semangat baru untuk melanggengkan perpecahan.
PSSI dalam salah satu butir pernyataannya menegaskan membatalkan MoU, sedangkan KPSI di salah satu butir keputusannya akan mengambil tanggung jawab hukum dan finansial PSSI serta mengambil alih kantor PSSI.
Saat ditanya apa rencana PSSI terkait pendudukan kantor PSSI oleh KPSI, Djohar menyebut sudah mengantisipasinya. Namun, seperti apa langkah antisipasi tersebut, Djohar enggan merincinya.
"Kita berharap pada pemerintah. Kita sebenarnya punya Undang-Undang No. 23 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang salah satu isinya menyatakan bahwa setiap kegiatan olahraga harus seizin induk olah raga bersangkutan. Jika ini dilaksanakan, selesailah segala kekacauan ini," beber Djohar.
(fit)
sumber
"Ya, itulah yang membuat mereka terkenal. Sikap tak kenal lelah untuk terus mengganggu kami di PSSI," kata Djohar kepada Okezone, Selasa (11/12).
Djohar mengaku sudah lelah melayani akal-akalan KPSI. Energi seakan terbuang sia-sia hanya untuk meladeni mereka."Kami hendak menyelamatkan sepakbola Indonesia tapi mereka terus merongrong. Sebab, sanksi FIFA itulah yang jadi target mereka. Sungguh menjijikan," ujar Djohar.
Kisruh sepakbola indonesia bermula dari penggulingan rezim Nurdin Halid. Saat itu berbagai elemen suporter turun ke jalan mendorong revolusi di tubuh PSSI. Sebab, PSSI di bawah kepemimpinan Nurdin Halid dianggap kotor dengan maraknya praktek suap,pengaturan pertandingan, dan korupsi APBD.Pengusaha nasional Arifin Panigoro pun berada di balik aksi penggulingan tersebut.
Setelah Djohar Arifin terpilih melalui Kongres Luar Biasa di Solo, kekuatan lama di PSSI yang dipimpin La Nyalla Mattalitti kemudian melakukan manuver dengan mempermasalahkan penambahan jumlah peserta liga, dan kembalinya klub-klub yang dihukum rezim Nurdin Halid karena pindah kompetisi dari ISL ke LPI.
Sementara itu, PSSI bersikap keras dengan membuang PT Liga Indonesia, operator liga dan menggantinya dengan operator baru, PT LPIS. Alasannya, PT Liga Indonesia, yang menggulirkan ISL, menolak audit keuangan oleh auditor eksternal. PSSI juga memecat empat anggota komite eksekutif , La Nyalla Mattalitti, Erwin Budiman, Tony Apriliani, dan Roberto Rouw.
Mereka dianggap melakukan tindakan yang melanggar etika, dan pasal 42 Statuta PSSI. Empat orang tersebut juga dituduh melakukan kebohongan publik lantaran mengirimkan surat ke AFC dan FIFA soal pembagian saham PT Liga Indonesia.
Konflik kedua kubu semakin terasa merusak sepakbola Indonesia karena juga merembet ke timnas.PSSI membuang para pemain ISL dari timnas karena beranggapan ISL adalah liga ilegal yang tidak dikenal FIFA. Jika menggunakan pemain ISL, PSSI bisa terkena sanksi. Akibatnya Indonesia melakoni laga sisa kualifikasi Piala Dunia dengan catatan memalukan. Kalah 10-0 dari Bahrain.
Di kesempatan lain menjelang Piala AFF 2012, babak perseteruan masuk ke ladang baru. Yaitu MoU antara kedua pihak yang difasilitasi AFC, di Kuala Lumpur Malaysia.
Dalam forum ini, ISL statusnya dilegalkan, sehingga pemain yang berkompetisi di liga tersebut bisa memperkuat timnas, tapi yang menjadi pokok persoalan ialah mengenai siapa yang berhak mengelola tim nasional.
Kubu KPSI, yang dimotori pengurus PSSI era Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie, merasa timnas seharusnya berada di bawah Joint Committee, badan yang dibentuk sebagai forum rekonsiliasi di tubuh PSSI yang terdiri dari delapan anggota. Masing-masing empat dari PSSI dan empat dari KPSI.
Isi MoU yang menegaskan timnas berada di bawah juridiksi PSSI dan JC bisa melakukan harmonisasi terhadap timnas bila ada permasalahan dengan klub terkait pemanggilan pemain, diartikan KPSI bahwa PSSI hanya mengurus administrasi, surat menyurat untuk kebutuhan Timnas, sementara timnas dibentuk melalui JC.
PSSI sendiri berpendapat, dengan ada kata "juridiksi" maka timnas tetap di bawah kendali PSSI, dan JC bisa turun tangan untuk menjembatani PSSI dan klub bila terjadi persoalan dalam pemanggilan pemain timnas. PSSI juga menolak tuntutan KPSI untuk memasukan Alfred Riedl sebagai pelatih, menggantikan Nilmaizar.
Sebagai jalan tengah PSSI bersedia mengakomodir Riedl namun bukan sebagai pelatih kepala, melainkan direktur teknik. Usulan itu juga ditolak mentah-mentah KPSI, sebab La Nyalla Cs menganggap Alfred Riedl adalah harga mati. Bila Riedl tidak diberikan tempat sebagai pelatih, maka KPSI tetap melarang para pemain di ISL membela timnas.
Keduanya, akhirnya tidak mencapai kata sepakat dan berjalan sendiri-sendiri. Buntutnya, Indonesia berangkat ke Malaysia untuk mengikuti Piala AFF 2012 dengan skuad seadanya, karena KPSI tetap melarang pemain yang berkompetisi di ISL, kompetisi yang mereka naungi, untuk memperkuat timnas.
Kisruh ini seolah mencapai puncaknya, saat FIFA kembali menggaungkan ancaman akan memberi sanksi kepada PSSI bila persoalan dualisme kepengurusan ini tidak juga selesai. Kemenpora Andi Mallarangeng sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus korupsi, sempat mengklaim kedua pihak sepakat untuk menggelar kongres bersama. Namun tetap saja ada persoalan yang membuat proses perdamaian kembali mentah.
PSSI enggan memakai voters Solo sebagai peserta Kongres Luar Biasa, yang membahas revisi statuta, penyatuan liga dan pengembalian empat exco yang kini berada di kubu KPSI.
PSSI akhirnya menggelar kongres sendiri tanpa kubu KPSI, di Palangkaraya kemarin, begitu pun kubu KPSI menggelar kongres sendiri di Hotel Sultan Jakarta. Dari dua kongres berbeda ini lahirlah semangat baru untuk melanggengkan perpecahan.
PSSI dalam salah satu butir pernyataannya menegaskan membatalkan MoU, sedangkan KPSI di salah satu butir keputusannya akan mengambil tanggung jawab hukum dan finansial PSSI serta mengambil alih kantor PSSI.
Saat ditanya apa rencana PSSI terkait pendudukan kantor PSSI oleh KPSI, Djohar menyebut sudah mengantisipasinya. Namun, seperti apa langkah antisipasi tersebut, Djohar enggan merincinya.
"Kita berharap pada pemerintah. Kita sebenarnya punya Undang-Undang No. 23 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang salah satu isinya menyatakan bahwa setiap kegiatan olahraga harus seizin induk olah raga bersangkutan. Jika ini dilaksanakan, selesailah segala kekacauan ini," beber Djohar.
(fit)
sumber