Rp 1.000 Jadi Rp 1, Mata Uang Baru Akan Diterbitkan Untuk Cegah Inflasi
Jakarta
- Kementerian Keuangan menyatakan ada kekhawatiran masyarakat terkait
rencana redenominasi atau penyederhanaan mata uang rupiah yang akan
dilakukan. Masyarakat khawatir terjadinya inflasi berlebih. Namun
Kemenkeu sudah menyiapkan siasat.
Dirjen Perbendaharaan
Kementerian Keuangan Agus Suprijanto mengatakan, kebijakan redenominasi
rupiah yang rencananya bakal dilakukan mulai 2014 bukanlah kebijakan
sanering yang pernah dilakukan saat pemerintahan Presiden Soekarno.
"Redenominasi
merupakan penyederhanaan cara penulisan dengan menghilangkan 3 digit,
jutaan jadi ribuan tanpa mengurangi daya beli harga terhadap nilai
rupiah untuk barang atau jasa. Harga mengikuti. Beda dengan sanering,
nilai uang dipotong tidak diikuti harga barang sehingga daya beli
turun," jelas Agus saat ditemui di kantornya, Jalan Wahidin Raya,
Jakarta, Jumat (7/12/2012).
Agus menyatakan, langkah antisipasi
yang disiapkan untuk mencegah inflasi tinggi saat redenominasi sudah
disiapkan. Pertama, mengedarkan uang redenominasi dan uang lama secara
bersamaan. Kemudian ada kewajiban pedagang mencantumkan dua label harga
berbeda di pasar, harga lama dan harga dengan nilai redenominasi.
"Jadi
pada masa transisi sekitar tahun 2014 sampai 2018, kita menggunakan dua
denominasi (mata uang) yang berbeda, dan di pasar itu harus
mencantumkan dua label harga (dual price tag). Lalu tahun 2019 sampai
2022, kita akan menggunakan mata uang baru yang telah diganti
denominasinya. Jadi prosesnya sangat panjang, bisa 8 tahun, bahkan 11
tahun dari masa persiapan," jelasnya.
Agus menambahkan, bagi
toko-toko yang tidak menyediakan dua label harga (dual price tag) maka
akan dikenakan sanksi. Namun, sanksi tersebut akan ditentukan dalam
pembahasan dengan DPR nanti.
"Ini untuk masyarakat supaya tertib supaya tidak buat kepanikan," cetus Agus
SUMBER
Quote:
Alasan Pemerintah 'Sulap' Rp 1.000 Jadi Rp 1
Jakarta
- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjelaskan beberapa alasan perlunya
menyederhanakan angka nol dalam rupiah alias redenominasi mata uang.
Alasan utamanya adalah penyederhanaan dalam pencatatan keuangan atau
sistem akuntansi.
Demikian disampaikan Dirjen Perbendaharaan
Kementerian Keuangan Agus Suprijanto saat ditemui di kantornya, Jalan
Wahidin Raya, Jakarta, Jumat (7/12/2012).
"Yang utama untuk
menyederhanakan. Karena kalau dengan denominasi yang besar menimbulkan
inefisiensi dalam jual beli. Oleh karena itu, perlu disederhanakan,"
ujarnya.
Menurut Agus, dengan denominasi yang besar maka terlihat
nilai mata uang rupiah menjadi rendah di mata dunia. Untuk itu,
redenominasi dapat memberikan nilai tambah bagi kebanggaan bangsa.
"Padahal
kita negara ke-16 dari size GDP. Masuk G-20. Tidak pantas kalau US$ 1
jadi Rp 9 ribu sekian, sementara negara lain masih satuan juga
hitungannya. Ini memberikan rasa proud (bangga) atas mata uang kita yg
merupakan simbol stabilitas ekonomi suatu negara," jelasnya.
Selain
itu, lanjut Agus, secara teknologi informasi, redenominasi mata uang
ini sangat dibutuhkan mengingat keterbatasan digit pada perangkat
teknologi.
"Kalau denominasi terlalu besar dalam IT membutuhkan
memori yang besar dan banyak alat yang tidak cukup digitnya. Di modul
penerimaan negara yang ada di tempat saya saja, kita kekurangan digit.
Jadi kita harus menyicil memasukkannya dan itu jelas tidak efisien,
itulah kenapa perlu redenominasi," tegasnya.
Redenominasi
merupakan proses penyederhanaan rupiah dengan mengurangi angka nol.
Dalam kajian BI beberapa waktu lalu, angka nol yang 'dihilangkan' paling
tepat 3 digit. Jadi Rp 1.000 nanti akan menjadi Rp 1. Namun semua masih
dalam kajian yang akan dibawa ke DPR dalam bentuk RUU Redenominasi.
SUMBER
Quote:
Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1, BI: Kita Bakal Gunakan Lagi Sen
Jakarta
- Bank Indonesia (BI) sebagai salah satu anggota Tim Redenominasi
mengungkapkan nilai tukar rupiah akan menjadi kebanggaan kembali setelah
proses redenominasi atau penyederhanaan angka nol dalam rupiah
dilakukan.
Sen akan digunakan sebagai pecahan kecil setelah dalam beberapa tahun belakangan sudah lagi tidak beredar.
"Ke
depan ekonomi makin bagus, inflasi makin bagus, tidak ada shock. Jadi
kita bisa gunakan lagi sen sebagai pecahan kecil lagi. Mengembalikan
kebanggaan kita terhadap rupiah," ungkap Direktur Departemen Perencanaan
Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia Difi Johansyah kepada
detikFinance, Jumat (7/12/2012).
Menurut Difi, penyederhanaan
rupiah perlu dilakukan karena sejak beberapa tahun terdahulu inflasi
cukup tinggi akibat krisis. Hal ini membuat nilai tukar rupiah terus
mengalami penurunan nilai.
"Tahun 1950-an itu krisis, US$ 1
pernah Rp 48, terus Rp 200, terus Rp 1.000. Karena krisis berkali-kali,
inflasi yang tinggi, jadi adjusment terus. Sekarang jadi Rp 9.000. Nah
jadi yang sen itu hilang. Diganti pecahan Rp 100-200 perak. Makanya kita
turunin lagi," papar Difi.
Redenominasi merupakan proses
penyederhanaan rupiah dengan mengurangi angka nol. Dalam kajian BI
beberapa waktu lalu, angka nol yang 'dihilangkan' paling tepat 3 digit.
Jadi Rp 1.000 nanti akan menjadi Rp 1. Namun semua masih dalam kajian
yang akan dibawa ke DPR dalam bentuk RUU Redenominasi.
SUMBER
Saturday, December 8, 2012
0 Comments
Facebook Comments by
Media Blogger
Subscribe to:
Post Comments (Atom)