sogugan/sogukan
Sogug
adalah tradisi di madura dan daerah yang terpengaruh oleh budaya madura
yang kuat. sogug sendiri adalah prosesi memberikan uang sumbangan, atau
di jawa dikenal sebagai buwuhan. akan tetapi ada prosesi yang unik dari
tradisi sogug, yaitu diiringi tradisi gending, musik dan lebih terkesan
terbuka tidak tertutup seperti dalam tradisi jawa.
berikut beberapa artikel yang membahas mengenai sogguk:
Quote:
Perkimpoian
dengan upacara model Sogugan masih kita jumpai didaerah yang kental
suku madura (mis Kab.Pasuruan, Probolinggo, Lumajang dll). Tradis
sogugan terkait dengan aktifitas sumbang menyumbang dimana sumbangan ini
nilainya dapat melebihi dari hal biasanya (Becek,bowo :jawa) misalnya
kalau biasanya orang menyumbang Rp.25.000 s/d Rp.50.000.- disogugan
nilainya diatas Rp.100.000,- atau seharga seekor sapi pada waktu itu.
Tradisi
yang dilestarikan ialah upacara penyambutan memberi sumbangan secara
rinci sebagai berikut : penyumbang biasanya membawa uang (nilai cukup
besar) dan membawa “jodhang” (peti kayu berbentuk panjang, berisi
makanan dan biasaya dipikul oleh dua orang). Penyogug (penyumbang) ini
disambut
Pemilik rumah di pintu depan terop, dengan iringan gamelan kenong telo’ dan seorang pesinden yang suaranya amat merdu.
Penyumbang
dan pemilik rumah biasanya diwakili acam (juru bicara), di depan terop
tersebut berdialog singkat, yang intinya bahwa pihak penyumbang dengan
ikhlas tulus memberi sumbangan demi kelestarian hubungan
persaudaran/kekeluargaan. Dialog macam tersebut dilanjutkan dengan
upacara serah terima sumbangan,sambil menari yang diwakili kedua cacam,
iringan musik/gamelan kenong telo’ yang dimaksudkan misalnya gendhing
walang kekek, pelok temor, gendhing gantung, dan gendhing jula-juli jawa
timuran. Penghitungan uang di tempat yang telah ditetapkan, disaksikan
oleh para tamu dan undangan yang lain. Uang sumbangan disimpan di bokor
dan dijaga secara khusus. Kadangkala uang sumbangan itu dirangkai pada
sebilah bambu, semakin besar sumbangan yang diberikan, semakin tinggi
status sosial penyumbang di masyarakatnya.
sumber:
http://hamparanpasirsemeru.blogspot....n.html
Quote:Polres Terima 'Soguk' Warga Madura
Malang - Surabaya Post
Peringatan
HUT ke-53 Bhayangkara di Polres Malang tahun ini berlangsung unik dan
menarik, Minggu (4/7) siang. Warga Madura asal Kec. Gondanglegi, Malang
Selatan, menghadiahkan soguk (Jawa: buwuhan).
Bentuknya berupa hiasan
bambu yang dirangkai mirip rangka layang-layang. Uniknya, di setiap
sisi bambu diselipkan uang pecahan Rp 20 ribu dan Rp 10 ribu. Soguk itu
dibawa dua orang berbusana ala Sakera.
Mereka diiringi puluhan orang
berpakaian sama, sejak dari depan Mapolsek Kepanjen hingga masuk
Mapolres Malang, sejauh sekitar 1,5 km. Sepanjang jalan, mereka
mempertontonkan soguk sambil menari.
Sedangkan pengiringnya melakukan
gerakan tari tertentu sambil memainkan celurit dan blencong. Wajah
mereka sangar-sangar. Kumis tebal, pakaian hitam-hitam membungkus kaus
bergaris merah-putih.
Sebuah soguk bisa mencapai jutaan rupiah. Bila
adat Jawa mengenal buwuhan dengan cara "salam tempel" yang terkesan
sembunyi-sembunyi, maka bagi orang Madura soguk justru bisa dilihat
semua orang.
Semakin besar nilai soguk, semakin tinggi status sosial
seseorang di mata masyarakat. Tapi yang terjadi Minggu (4/7) soguk itu
merupakan urunan (patungan) dari warga Madura Gondanglegi yang terhimpun
dalam Sakera Karangasem.
Sesepuh komunitas itu, Achmad Supriyadi,
pengusaha karoseri bak truk di Gondanglegi. "Yang penting bukan
nilainya, tapi ini merupakan partisipasi kami dalam rangka ulang tahun
polisi. Semoga tambah hari tambah bagus," ujarnya.
Diguyur Hujan
Waka
Polres Malang, Mayor Pol Drs Joko Hertanto, menimpali, "Terima kasih
atas pemberian yang tulus dari warga Madura di Gondanglegi. Nanti malam
(tadi malam. Red), uang itu akan digunakan untuk warga yang nonton
wayang kulit," tuturnya.
Sayang, acara penyerahan soguk berlangsung
di bawah guyuran hujan deras. Alhasil, uang soguk basah. Selain itu,
atraksi senam celurit dan blencong tidak bisa berlangsung lama.
Selain
soguk, peringatan HUT Bhayangkara kali ini juga dimeriahkan atraksi
reog dari kelompok Rukun Santoso, Kec. Donomulyo, drumben pelajar SMUN
Kepanjen dan kalangan pemuda santri dari Kec. Pujon.
Minggu malam,
ribuan masyarakat menyesaki halaman Mapolres di Kepanjen. Para penggemar
wayang kulit itu tidak beranjak dari tempatnya meski hujan mengguyur.
Boleh jadi karena dalangnya Ki Anom Suroto.
"Lakonnya Parikesit Dadi
Ratu," tutur Mayor Joko. Menanggap wayang kulit setiap HUT Polri, sudah
menjadi tradisi Polres Malang. Tahun lalu, Ki Manteb Sudarsono yang
manggung. Pertunjukan tersebut juga diudarakan langsung oleh RRI
Regional Malang. (tuf)
sumber:
http://zkarnain.tripod.com/SOGUK.HTM
Quote:Kultur Area Madura di Provinsi Jawa Timur tentang Perkimpoian Tradisional Sogugan, di Kabupaten Jember
(Sumber:
Supriyanto, Henri.1997. Upacara Adat Jawa Timur. Surabaya: Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Daerah Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa
Timur.)
Daerah Tingkat II (DATI II) Kabupaten Jember
Perkimpoian
dengan upacara adat “Sogugan” masih dijumpai dan dilesterikan di daerah
Jember bagian Utara. Tradisi Sogugan terkait dengan upacara perkimpoian
khususnya aktivitas penyumbang terhadap pemilik hajat menyumbang
pemilik hajat. (Jawa –buwuh ata mbecek) ternyata amat beragam masyarakat
tertentu sering memberi sumbangan dalam bentuk natura (bahan mentah
seperti beras, kelapa, minyak dan lain-lain) tetapi banyak pula dengan
cara memberi sumbangan uang. Sogugan yang dimaksud di sini adalah
pemberian sumbangan secara khusus, nilai sumbangan melebihi sumbangan
pada umumnya. Misalnya lelaki (ayah) pada umumnya menyumbang senilai Rp
25 ribu, sedang sogugan nilai sumbangan di atas Rp 100 ribu, bahkan Rp
500 ribu atau seharga seekor sapi pada waktu itu.
Tradisi yang
dilestarikan ialah upacara penyambutan memberi sumbangan secara rinci
sebagai berikut; penyumbang biasanya membawa uang (nilai cukup besar)
dan membawa “jodhang” (peti kayu, berbentuk panjang, beris makanan, dan
biasanya dipikul oleh dua orang). Penyogug (penyumbang) ini disambut
pemilik rumah (yang mempunyai hajat ) di pintu depan terop, dengan
iringan gamelan kenong tello’ dan seoerang pesinden yang suaranya amat
merdu.
Penyumbang dan pemilik rumah biasanya diwakili cacam (juru
bicara), di depan terop tersebut terdialog singkat, yang intinya bahwa
pihak penyumbang dengna ikhlas, tulus memberi sumbangna demi kelestarian
hubungan persaudaraan/ kekeluargaan.
Dialog macam tersebut
dilanjutkan dengan upacara serah terimah sumbangan, sambil menari yang
diwakili oleh kedua cacam. Iringan music. Gamelan kenong telo’ yang
dimaksudkan misalnya gendhing “Walang Kekek, Pelog, Temor, gendhing
Gangtung dan gendhing jula-juli Jawa Timuran”. Penghitungan di tempat
yang telah ditetapkan, disaksikan oleh macam, pesinden, dan tamu
undangan yang lain. Uang sumbangan di simpan di bokor dan dijaga secara
khusus. Kadang kala uang sumbangan itu dirangkai pada sebilah bamboo.
Semakin besar sumbangan yang diberikan, semakin tinggi status social
penyumbang di masyarakat.
Urutan Kegiatan
1) pasangan
penganten patah (penengah) duduk di tempat pelaminan. Pemikul gamelan
mempersiapkan diri di tempat yang ditentukan pewara (penata cara –MC)
siao membacakan deskripsinya tata upacara.
2) Gendhing “Kebo
Giro” berbunyi, tanpa penganten pria datang dan upacara memasuki babak
“temu manten”. Orang tua kedua belah pihak bertemu dan berjabat tangan,
serta duduk di tempat yang telah dipersiapkan dalam komposisi tertentu.
Temu penganten dilanjutkan dengan upacara terbakti ke pasangan orang tua
(Jawa-sungkeman). Akhirnya pasangan penganten berdampingan duduk di
pelaminan.
3) toktok, kode tamu sogugan datang, gamelan kenong
tello’ menyambut tamu yang diterima di luar terop. Kedua cacam
berdialog, penyerahan uang sumbangan dan jodhang, dengan tari-tarian.
Penyumbang dipersilahkan mencari tempat duduk.
4) sambil menuju
ke tempat duduk, tamu diiringi cacam masuk ke terop, berjabat tangan
dengan kedua pasangan orang tua penganten dan berjabat tangan dengan
penganten.
5) Sesudah menikmati hidangan (makan) tamu meminta
izin pulang. Penyumbang diiringi pasangan penganten, orang tua
penganten, patah, pengiring menuju ke pintu gerbang tarup. Gamelan
membunyikan gendhing penutup.
Dengan demikian satu babak upacara adat sogugan telah sempurna.
sumber:
http://ithinkeducation.blogspot.com/...a.html
Thursday, December 6, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)