JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi Abraham Samad menilai semua pejabat negara harus mengetahui
peraturan perundang-undangan, khususnya berbagai hal mengenai tindak
pidana korupsi. Menurut Abraham, mereka tidak boleh berlindung di balik
ketidaktahuan peraturan perundang-undangan ketika tersangkut tindak
pidana korupsi.
"Pemimpin dituntut harus cerdas. Kalau ada pemimpin mengatakan tidak tahu kalau telah terjadi korupsi, ya tidak usah mempimpin," kata Abraham seusai menghadiri peringatan puncak Hari Antikorupsi dan Hari HAM Sedunia di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/12/2012).
Hal itu dikatakan Abraham ketika dimintai tanggapan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam pidatonya, Presiden mengatakan, banyak kasus korupsi terjadi akibat ketidakpahaman jajaran pemerintah terhadap peraturan perundang-undangan (Baca: Presiden: Banyak Korupsi karena Pejabat Tak Paham).
Abraham mengatakan, berdasarkan teori hukum pidana, ketidaktahuan itu bukan berarti menghapuskan pertanggungawaban atas tindak pidana.
Seperti diberitakan, Presiden mengatakan, berdasarkan pengalamannya dalam delapan tahun terakhir, ada dua jenis korupsi. Pertama, pejabat memang berniat untuk melakukan korupsi. Kedua, tindak pidana korupsi terjadi karena ketidakpahaman pejabat terhadap peraturan perundang-undangan.
"Negara wajib menyelamatkan mereka-mereka yang tidak punya niat melakukan korupsi, tetapi bisa salah di dalam mengemban tugasnya. Kadang-kadang diperlukan kecepatan pengambilan keputusan, memerlukan kebijakan yang cepat. Jangan dia dinyatakan bersalah dalam tindak pidana korupsi," kata Presiden disambut tepuk tangan para undangan.
Karena itu, Presiden akan mengumpulkan seluruh gubernur, bupati, wali kota, serta pejabat yang merancang dan mengelola anggaran. Presiden akan meminta aparat penegak hukum, termasuk BPK, BPKB, PPATK, untuk menjelaskan kepada mereka semua hal mengenai tipikor.
Pemimpin dituntut harus cerdas. Kalau ada pemimpin mengatakan tidak tahu kalau telah terjadi korupsi, ya tidak usah memimpin
-- Abraham Samad
"Pemimpin dituntut harus cerdas. Kalau ada pemimpin mengatakan tidak tahu kalau telah terjadi korupsi, ya tidak usah mempimpin," kata Abraham seusai menghadiri peringatan puncak Hari Antikorupsi dan Hari HAM Sedunia di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/12/2012).
Hal itu dikatakan Abraham ketika dimintai tanggapan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam pidatonya, Presiden mengatakan, banyak kasus korupsi terjadi akibat ketidakpahaman jajaran pemerintah terhadap peraturan perundang-undangan (Baca: Presiden: Banyak Korupsi karena Pejabat Tak Paham).
Abraham mengatakan, berdasarkan teori hukum pidana, ketidaktahuan itu bukan berarti menghapuskan pertanggungawaban atas tindak pidana.
Seperti diberitakan, Presiden mengatakan, berdasarkan pengalamannya dalam delapan tahun terakhir, ada dua jenis korupsi. Pertama, pejabat memang berniat untuk melakukan korupsi. Kedua, tindak pidana korupsi terjadi karena ketidakpahaman pejabat terhadap peraturan perundang-undangan.
"Negara wajib menyelamatkan mereka-mereka yang tidak punya niat melakukan korupsi, tetapi bisa salah di dalam mengemban tugasnya. Kadang-kadang diperlukan kecepatan pengambilan keputusan, memerlukan kebijakan yang cepat. Jangan dia dinyatakan bersalah dalam tindak pidana korupsi," kata Presiden disambut tepuk tangan para undangan.
Karena itu, Presiden akan mengumpulkan seluruh gubernur, bupati, wali kota, serta pejabat yang merancang dan mengelola anggaran. Presiden akan meminta aparat penegak hukum, termasuk BPK, BPKB, PPATK, untuk menjelaskan kepada mereka semua hal mengenai tipikor.